Kamis, 09 Juni 2011

Mengenal Perpustakaan Nasional RI


Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) atau Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) adalah Perpustakaan Nasional yang berada di Jakarta, Indonesia. Perpustakaan ini memiliki tugas menyimpan data-data dan informasi negara. Perpusnas juga merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan pada tahun 1989 berdasarkan Keputusan Presiden nomor 11 tahun 1989. Pada pasal 19 dinyatakan bahwa Pusat Pembinaan Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Perpustakaan Wilayah di Propinsi merupakan satuan organisasi yang melaksanakan fungsi dan tugas perpustakaan nasional. Bila membaca pasal 19 maka dapat ditafsirkan bahwa Perpustakaan Nasional RI merupakan gabungan ketiga lembaga tersebut.

Sejarah Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778. Lembaga ini adalah pelopor Perpusnas dan baru dibubarkan pada tahun 1950. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI baru didirikan pada tanggal 17 Mei 1980, melalui Keputusan Menteri P dan K No. 0164/0/1980, dengan status sebagai salah satu UPT dari Ditjen Kebudayaan, Depdikbud. Pendirian Perpusnas merupakan gabungan dari empat perpustakaan yang telah ada sebelumnya. Yaitu Perpustakaan Museum Nasional (semula Bataviaasch Genootschap van Kunsten Wetenschapen), Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial, (semula perpustakaan Sticusa), Kantor Bibliografi Nasional; dan Perpustakaan Wilayah (Negara) Jakarta. 

Walau secara resmi Perpustakaan Nasional berdiri di pertengahan 1980, namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada Januari 1981. Sampai tahun 1987 Perpusnas masih berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu di Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka Selatan 11 (Perpustakaan SPS) dan Jl. Imam Bonjol 1 (Museum Naskah Proklamasi). Sebagai kepala Perpustakaan Nasional adalah ibu Mastini Hardjoprakoso, MLS, mantan kepala Perpustakaan Museum Nasional.  

Atas prakarsa Almarhumah Ibu Tien Suharto, melalui Yayasan Harapan Kita yang dipimpinnya, Perpustakaan Nasional memperoleh sumbangan tanah seluas 16,000 m² lebih berikut gedung baru berlantai sembilan dan sebuah bangunan yang direnovasi. Lahan yang terletak di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat, merupakan lokasi Koning Willem III School (Kawedri), yakni sekolah HBS pertama di Indonesia ketika zaman kolonial. Bangunan sekolah inilah yang kemudian setelah direnovasi menjadi gedung utama yang digunakan untuk kantor pimpinan dan sekretariat. Gedung di sebelahnya yang berlantai sembilan berfungsi sebagai perpustakaan yang sebenarnya, di mana koleksi bahan pustaka tersimpan dan dilayankan untuk umum.

Dengan selesainya pengerjaan sebagian gedung baru maupun yang direnovasi di Jl. Salemba Raya 28A pada awal 1987, pimpinan dan staf dari tiga bidang (kecuali Bidang Koleksi) pindah ke lokasi tersebut. Gedung baru itu beserta segala perlengkapannya menyatukan semua kegiatan di bawah satu atap yang sebelumnya terpencar di beberapa tempat di Jakarta. Pada usia Perpusnas yang ke-9, secara resmi kompleks itu dibuka yang ditandai dengan penandatanganan sebuah prasasti marmer oleh Presiden dan Ibu Tien Suharto pada tanggal 11 Maret 1989.

Pada tahun 1989, status Perpusnas berubah, menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), melalui Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 1989. Dengan Kepres ini, Perpusnas menjadi lembaga yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Implikasi dari perubahan status ini, antara lain adalah Perpustakaan Wilayah yang semula di bawah Pusat Pembinaan Perpustakaan, berubah menjadi bagian dari Perpusnas. Sejak saat itu, pembinaan dan pengembangan kegiatan perpustakaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan bagian dari tugas dan kewenangannya di bidang perpustakaan. Menurut catatan ketika penggabungan, jumlah koleksi berkisar di angka 600 ribu eksemplar, ditangani oleh sekitar 500 orang karyawan yang berlokasi di dua tempat terpisah, Jl. Salemba Raya 28A dan Jl. Merdeka Selatan 11. Saat ini (Desember 1999) jumlah koleksi diperkirakan 1,100,00 eks, dan jumlah karyawan 700 orang. 

Dengan semakin bertambahnya beban tugas dan sejalan dengan kiat Perpusnas dalam menerapkan layanan prima kepada masyarakat, maka diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1997 tertanggal 29 Desember 1997. Keppres ini menyempurnakan susunan organisasi, tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional guna mengantisipasi era globalisasi informasi yang sudah kian mendekat. Di antara penyempurnaan tersebut adalah menciptakan jabatan deputi setingkat eselon IB dan menaikkan status Perpustakaan Nasional Provinsi (d.h. Perpustakaan Daerah) menjadi eselon II. Melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, Hernandono, MA, MLS, menjadi kepala Perpusnas sejak Oktober 1998. 

Selanjutnya, pada tahun 2007 Undang-Undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan ditetapkan, yang lebih memperkuat status dan kedudukan Perpusnas secara hukum. Keberadaan Kepres nomor 11 Tahun 1989 dinilai kurang efektif lagi, terutama bila dikaitkan dengan telah diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan otonomi daerah dianggap telah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah dalam bidang perpustakaan. 

UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan memberi definisi perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka (pengguna perpustakaan). Sementara itu, masih menurut UU Perpustakaan menyebut Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. 

Dalam UU NO. 43/2007 Pasal 3, fungsi perpustakaan, termasuk di dalamnya Perpusnas adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi. Sebagai konsekuensi dari tugas khusus yang diembannya, maka Perpusnas mempunyai fungsi khusus sebagai perpustakaan pembina dari berbagai jenis perpustakaan lainnya di seluruh Indonesia, seperti perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, dan perpustakaan masyarakat.

Pasal 4 (c) UU tentang Perpustakaan menyebut kewajiban Perpusnas adalah melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Perpustakaan perlu dijadikan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Begitupun, membaca perlu dijadikan sebagai budaya bangsa. Bangsa yang cerdas berawal dari kegemaran warganya dalam membaca buku, kemudian menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi budaya bangsa.

Perpustakaan Nasional RI kini menjadi perpustakaan yang berskala nasional dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sebuah lembaga yang tidak hanya melayani anggota suatu perkumpulan ilmu pengetahuan tertentu, tapi juga melayani anggota masyarakat dari semua lapisan dan golongan. Walau terbuka untuk umum, koleksinya bersifat tertutup dan tidak dipinjamkan untuk dibawa pulang. Layanan itu tidak terbatas hanya pada layanan untuk upaya pengembangan ilmu pengetahuan saja, melainkan pula dalam memenuhi kebutuhan bahan pustaka, khususnya bidang ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, guna mencerdaskan kehidupan bangsa.